Gabriel Marcel – seorang filsuf Perancis (1889-1973) sangat cermat memberikan gambaran tentang hubungan sosial AKU dan ENGKAU yang penuh arti. Gabriel Marcel (1889-1973). Bukunya yang bersifat eksistensialis Exsistence et Obyektivite (1924). Dalam filsafatnya ia menyatakan, bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama dengan orang lain. Tetapi manusia memiliki kebebasan yang bersifat otonom. Ia selalu dalam situasi yang ditentukan oleh kejasmaniannya. Dari luar ia dapat menguasai jasmaninya, tetapi dari dalam ia dikuasai oleh jasmaninya.
Manusia bukanlah makhluk yang statis, sebab ia senantiasa menjadi (berproses). Ia selalu menghadapi obyek yang harus diusahakan seperti yang tampak dalam hubungannya dengan orang lain. Perjalanan manusia ternyata akan berakhir pada kematian, pada yang tidak ada. Perjuangan manusia sebenarnya terjadi di daerah perbatasan antara “berada” dan “tidak berada”. Maka manusia menjadi gelisah, menjadi putus asa dan takut kepada kematian. Tapi sebesarnya kemenangan kematian hanyalah semu saja, sebab hanya cinta kasih dan kesetiaan itulah yang memberi harapan guna mengatasi kematian. Di dalam cinta kasih dan kesetiaan ada kepastian, bahwa ada engkau yang tidak dapat mati. Harapan itulah yang menembus kematian. Adanya harapan menunjukkan, bahwa kemenangan kematian adalah semu. Ajaran tentang harapan ini menjadi puncak ajaran Marcel. Harapan ini menunjuk adanya “Engkau Yang Tertinggi” (Toi Supreme), yang tidak dapat dijadikan obyek manusia.
Apa itu kehadiran?
Kehadiran menjadi sebuah peristiwa bermakna di kala tak ada lagi jarak antara AKU dengan ENGKAU. Hadir tidak berarti harus selalu secara objektif dalam lingkup ruang dan waktu yang sama. Bisa terjadi saya berada di dalam ruang dan waktu yang sama, namun tidak berarti saya “hadir” di situ. Kehadiran saya belum tentu dirasakan dan berarti bagi orang lain. Begitu pula sebaliknya. Mungkin bisa terjadi ada komunikasi (satu memancarkan—yang lain menerima, seperti radio). Namun tidak ada kontak.Kehadiran baru bisa dirasakan bila AKU berjumpa dengan ENGKAU. Dalam relasi AKU dan ENGKAU terkandung makna sesama. Persona dengan persona. Individu dengan individu. Kehadiran ini dapat diwujudkan, meski dalam ruang dan waktu yang berbeda. Secara istimewa kehadiran terealisasi konkrit dalam makna cinta. AKU dan ENGKAU mencapai level KITA. Keberadaan AKU bukan berdiri sendiri secara terpisah, demikian pula ENGKAU. Level AKU dan ENGKAU adalah satu kesatuan bagian tak terpisahkan. Dalam istilah filsafat antara AKU dan ENGKAU mewujud dalam satu kesatuan secara ontologis menjadi KITA. Sebuah kehadiran dalam bentuknya yang sempurna melebihi eksistensi memasuki strata “Ada.” Mencintai selalu mengandung keinginan (permohonan) kepada sesama. Di dalam cinta AKU memohon kepada ENGKAU dan ENGKAU kepada AKU. Jadi dari kedua belah pihak harus ada kebersediaan. Baik untuk mendengarkan maupun menjawab. Ada posisi setara saling menghormati. AKU harus mau keluar dari egoisme dan membuka diri terhadap kehadiran ENGKAU. Begitu pula sebaliknya. Kehadiran dalam konteks hubungan AKU dan ENGKAU yang terwujud dalam cinta, jika dipahami secara benar akan membawa kepada kesetiaan abadi. Kematian pun tidak berarti akan menghilangkan salah satu. Ikatan kesetiaan yang telah mewujud dalam KITA tidak berarti meniadakan AKU atau ENGKAU, meski maut menjemput. Kehadiran berlangsung terus-menerus melampaui ruang dan waktu.
Jadi, apa yang bisa melukai makna kehadiran?
Kembali kepada egoisme masing-masing amat menodai arti kehadiran—cinta atau makna KITA. Itu juga berarti kembali kepada AKU dan DIA (bahwa orang lain di luar kita adalah objek dan bukan subjek) bukan AKU dan ENGKAU.
Dalam kehidupan sehari-hari yang kita alami, di rumah, di kantor, atau dalam kehidupan sosial masyarakat, kita bisa merasakan–apakah kehadiran kita sudah efektif atau belum. Sudah me-manusia-kan manusia ataukah meng-objek-an manusia? Secara jujur, masing-masing diri kita bisa mengukur. Apakah kita sebagai penonton, pengamat, komentator, atau pemain. Ketika jarak mulai membentang, meski hanya serambut, kehadiran—AKU dan ENGKAU—belumlah menjadi KITA. A friend in need is a friend indeed. Teman sejati adalah teman yang selalu hadir di saat kita sedang dalam kesusahan.
Komunikasi
Gabriel Marcel mengartikan komunikasi dalam arti cinta. Komunikasi adalah cinta. Cinta adalah komunikasi. Komunikasi tak pernah hadir tanpa ada cinta. Dan begitu juga sebaliknya.