Gabriel (-Honoré) Marcel
Nama panjang : Gabriel Honoré Marcel
Tanggal, tempat lahir : 7 Desember 1889. Paris, Perancis
Wafat : 8 Oktober 1973. Paris, Perancis
Era : Filsuf abad ke-21
Region : Filsuf Barat
Nama panjang : Gabriel Honoré Marcel
Tanggal, tempat lahir : 7 Desember 1889. Paris, Perancis
Wafat : 8 Oktober 1973. Paris, Perancis
Era : Filsuf abad ke-21
Region : Filsuf Barat
Sekolah : Continental philosophy/Eksistensialisme
Ketertarikan utama : Ontologi, Subyektivitas, Etika
Karya terkenal : “the Other”
Pengaruh : Kierkegaard, Mauriac, Royce
Berpengaruh : Levinas, Wahl, Ricoeur
Karya terkenal : “the Other”
Pengaruh : Kierkegaard, Mauriac, Royce
Berpengaruh : Levinas, Wahl, Ricoeur
Gabriel Marcel (1889-1973) adalah seorang filsuf, kritikus drama, penggubah drama, dan musisi. Ia berpindah agama menjadi seorang Katolk pada tahun 1929 dan filosofinya lalu dikenal sebagai “Eksistensialisme Katolik” (paling dikenal pada “Eksistensialisme adalah suatu Kemanusiaan” milik Jean-Paul Sartre), sebuah istilah yang pada mulanya ia sahkan namun kemudian ditolak. Sebagai tambahan dari banyak publikasi filosofinya, dia adalah pencipta sekitar tiga puluh karya yang penting. Marcel memberikan Kuliah Gifford di Aberdeen pada tahun 1949-1950, yang menghasilkan The Mystery of Being (Misteri Keberadaan) dalam dua volume, dan Kuliah William James di Harvard pada tahun 1961-1962, yang dikumpulkan dan diterbitkan sebagai The Existential Background of Human Dignity (Latarbelakang Eksistensial mengenai Martabat Manusia).
Awal Masa Kehidupan dan Pendidikan
Marcel mendapat penerimaan dalam bidang filosofi pada tahun 1910, di umur yang sangat muda yaitu 21 tahun. Ia mengajar di sekolah-sekolah lanjutan, tentang kritik drama untuk banyak jurnal literatur, dan bekerja sebagai editor di Plon, penerbit Katolik Perancis utama. Marcel adalah anak dari seorang ateis, dan ia juga menjadi seorang ateis hingga perpindahannya ke agama Katolik tahun 1929. Marcel tidak setuju dengan paham anti-Semit dan mendukung perkembangan non-Katolik.
Tema-Tema Eksistensial
Marcel seringkali diklasifikasikan sebagai salah satu para eksistensialis pertama, meskipun ia tidak suka berada dalam satu kategori dengan Jean Paul Sartre; Marcel lebih menyukai sebutan “neo-Sokratik” (mungkin dikarenakan Søren Kierkegaard, bapak dari eksistensialime Katolik, yang juga seorang pemikir neo-Sokratik). Disaat Marcel mengetahui bahwa interaksi manusia seringkali melibatkan karakterisasi obyektif terhadap “orang lain”, ia masih menegaskan adanya suatu kemungkinan untuk “persekutuan” – sebuah kondisi dimana kedua individu dapat merasakan subyektivitas mereka satu sama lain.
Dalam The Existential Background of Human Dignity, Marcel merujuk pada sebuah pementasan yang ia ciptakan pada tahun 1913 yang berjudul Le Palais de Sable (Istana Pasir), sebagai sebuah contoh dimana seseorang tidak dapat memperlakukan orang lain sebagai subyek.
Karakter utama pementasan, Roger Moirans, adalah seorang politisi, orang yang konservatif yang berdedikasi untuk mempertahankan hak-hak Katolik melawan pemikiran bebas. Ia meraih posisinya sebagai juara monarki tradisional dan baru saja meraih kesuksesan besar setelah ia melawan sekularisme di sekolah-sekolah umum di dewan kota. Cukup masuk akal apabila ia tidak setuju akan perceraian anak perempuannya, Therese, yang ingin meninggalkan suaminya yang tidak setia dan memulai hidup yang baru. Dalam ini, ia membuktikan bahwa dirinya sebenarnya tidak berperasaan; semua rasa sayangnya dilimpahkan pada anak perempuan keduanya, Clarisse, yang ia anggap seorang spiritualis seperti dirinya. Namun sekarang ia memutuskan untuk memakai tudung dan menjadi seorang Carmelite (semacam biarawati). Moirans dikecam sebuah pemikiran bahwa makhluk ini, sangat indah dan cerdas, dan juga kaya akan kehidupan, dapat pergi dan mengubur dirinya sendiri dalam sebuah biara dan ia memutuskan untuk melakukan usaha terbaiknya agar Therese melupakan keinginannya… Clarisse sangat terkejut; ayahnya kini nampak seperti seorang penyamar, yang diam-diam sebenarnya adalah seorang penipu…
Dalam hal ini, Moirans tidak dapat memperlakukan kedua anak perempuannya sebagai seorang subyek, malah sebaliknya menolak mereka karena sama-sama tidak sesuai dengan gambaran obyektif mereka, dalam pemikiran Moirans. Marcel menyatakan bahwa obyektifikasi seperti itu “kurang lebih menelanjangi obyeknya mengenai suatu hal yang ia maknai, maka hal tersebut merendahkannya dengan efektif.”
Pemikiran utama terkait lainnya dari Marcel adalah usahanya untuk melindungi subyektifitas seseorang terhadap pemusnahan oleh masyarakat yang digerakkan secara materialistic dan teknologis. Marcel berargumen bahwa keegoisan ilmiah menggantikan “misteri” keberadaan menjadi skenario kehidupan manusia yang palsu yang terdiri dari “permalahan” dan “solusi” teknis. Bagi Marcel, subyek manusia tidak dapat eksis dalam dunia teknolo gi, bahkan digantikan oleh sebuah obyek manusia. Seperti yang ia tekankan dalam Man Against Mass Society (Manusia Terhadap Masyarakat Luas) dan karya lainnya, teknologi memiliki kekuasaan istimewa yang dapat mempengaruhi subyek tersebut agar menerima tempatanya sama seperti “he” dalam percakapan internal ilmu pengetahuan; dan sebagai hasilnya, manusia telah diyakinkan oleh ilmu pengetahuan untuk bergembira dalam pemusnahan dirinya sendiri.
Pengaruh
Selama bertahun-tahun, Marcel memimpin kelompok diskusi filosofi mingguan yang lalu ia bertemu dan memberi pengaruh kepada filsuf-filsuf muda penting asal Perancis seperti Jean Wahl, Paul Ricoeurm Emmanuel Levinas, dan Jean-Paul Sartre. Marcel merasa kebingungan dan kecewa bahwa reputasinya hampir secara keseluruhan didasari oleh risalah-risalah filosofisnya, bukan karena pementasan-pementasannya, yang ia ciptakan dengan harapan agar lebih menarik untuk pendengar yang lebih luas. Albert Camus dan Sartre jauh lebih sukses dalam mengubah pemikiran-pemikiran filosofinya kedalam literatur yang lebih menarik.
1. Sketsa Biografi
Marcel lahir rahun 1889. Ibunya meninggal dunia ketika ia masih berumur 4 tahun, lalu Marcel dibesarkan oleh ayah dan bibinya, yang kemudian menikah. Ia menyelesaikan kuliahnya, tetapi tidak begitu menikmati hasilnya karena lebih dulu bertemu dengan filosofi. Ia berhubungan dengan banyak filsuf ternama di zamannya, karena ia juga menjadi tuan rumah dari acara “Jum’at Sore” yang terkenal. Paul Ricoeur, Emmanuel Levinas, Jean Wahl, dan Jean-Paul Sartre ada diantara filsuf ternama yang terkadang menghadiri perkumpulan seperti ini. Perkumpulan tidak resmi ini adalah kegiatan untuk menghubungkan para pemikir dari pandangan yang berbeda-beda untuk menmbicarakan tema-tema filosofi beragam, seringkali tema-tema yang dikerjakan Marcel pada minggu itu. Setelah melewati pengukuhannya di tahun 1910, ia sesekali mengajar filosofi di Sens, Paris, dan Montpellier; namun, profesi utamanya adalah kritikus drama (untuk Europe nouvelle dan kemudian untuk Nouvelles littéraires) dan sebagai editor (untuk serial Feux croisés di Plon).
Peninggalan filosofi Marcel termasuk kuliah-kuliah, jurnal laporan dan karya dramatis sebagai tambahan untuk wacana ortodok dalam bentuk essay. Pada aliran-aliran ini, Marcel mungkin merasa paling puas dengan karya-karya dramatisnya. Bahkan, membaca kutipan-kutipan dalam otobiografinya, seseorang dapat melihat beberapa kebingungan dan tidak ada sedikitpun jumlah frustrasi dalam kesuksesan karya-karya filosofisnya dan ketidakjelasan nisbinya dalam karya dramatisnya. Keberagaman wacana dari gagasan-gagasannya semakin bertambah rumit akan adanya fakta bahwa Marcel bukanlah seorang filsuf yang secara sadar tersistematis, sesuatu yang baru ia sadari ketika penerbitan Journal métaphysique (1927). Tema utama Marcel mengenai pemikiran-pemikirannya tetap ada dalam karya-karyanya, meskipun keberagaman wacana dan kurangnya sistematisasi dapat menyebabkan beberapa kesulitan bagi orang-orang yang tertarik dengan hasil karyanya. Beberapa karya yang patut dipertimbangkan adalah: The Mystery of Being, Creative Fidelity, Homo Viator, Being and Having, Tragic Wisdom and Beyond dan “On the Ontological Mystery.”
Metodologi filosofis Marcel termasuk khas, meskipun memikul beberapa kesamaan baik pada eksistensialisme dan fenomenologi yang ditafsirkan secara luas. Ia bersikeras bahwa filosofi dimulai dengan pengalaman konkrit dibandingkan abstraksi. Biasanya pada akhirnya ia akan memberikan contoh-contoh agar dapat mendasari gagasan filosofis yang sedang ia selidiki. Metode itu sendiri terdiri dari “bekerja… mulai dari kehidupan lalu menuju pikiran, lalu dari pikiran turun ke kehidupan kembali, jadi hal itu dapat memberikan sedikit penerangan untuk kehidupan” (Marcel 1915a, hlm. 41). Jadi, filosofi ini adalah sejenis “gambaran mengenai struktur dimana pantulannya tersebut memberikan penerangan disaat suatu pengalaman dimulai” (Marcel 1962a, hlm. 180). Sebagai tambahan, Marcel mengemukakan rujukan yang menyejukkan untuk memfilosofikannya dalam bahasa yang umum. Ia menegaskan bahwa “kita harus menggunakan bentuk bahasa umum terkini agar dapat mengurangi gangguan pengalaman kita, dibandingkan wacana yang panjang lebar dengan bahasa filosofi yang baku” (Marcel 1965, hlm. 158).
Awal Masa Kehidupan dan Pendidikan
Marcel mendapat penerimaan dalam bidang filosofi pada tahun 1910, di umur yang sangat muda yaitu 21 tahun. Ia mengajar di sekolah-sekolah lanjutan, tentang kritik drama untuk banyak jurnal literatur, dan bekerja sebagai editor di Plon, penerbit Katolik Perancis utama. Marcel adalah anak dari seorang ateis, dan ia juga menjadi seorang ateis hingga perpindahannya ke agama Katolik tahun 1929. Marcel tidak setuju dengan paham anti-Semit dan mendukung perkembangan non-Katolik.
Tema-Tema Eksistensial
Marcel seringkali diklasifikasikan sebagai salah satu para eksistensialis pertama, meskipun ia tidak suka berada dalam satu kategori dengan Jean Paul Sartre; Marcel lebih menyukai sebutan “neo-Sokratik” (mungkin dikarenakan Søren Kierkegaard, bapak dari eksistensialime Katolik, yang juga seorang pemikir neo-Sokratik). Disaat Marcel mengetahui bahwa interaksi manusia seringkali melibatkan karakterisasi obyektif terhadap “orang lain”, ia masih menegaskan adanya suatu kemungkinan untuk “persekutuan” – sebuah kondisi dimana kedua individu dapat merasakan subyektivitas mereka satu sama lain.
Dalam The Existential Background of Human Dignity, Marcel merujuk pada sebuah pementasan yang ia ciptakan pada tahun 1913 yang berjudul Le Palais de Sable (Istana Pasir), sebagai sebuah contoh dimana seseorang tidak dapat memperlakukan orang lain sebagai subyek.
Karakter utama pementasan, Roger Moirans, adalah seorang politisi, orang yang konservatif yang berdedikasi untuk mempertahankan hak-hak Katolik melawan pemikiran bebas. Ia meraih posisinya sebagai juara monarki tradisional dan baru saja meraih kesuksesan besar setelah ia melawan sekularisme di sekolah-sekolah umum di dewan kota. Cukup masuk akal apabila ia tidak setuju akan perceraian anak perempuannya, Therese, yang ingin meninggalkan suaminya yang tidak setia dan memulai hidup yang baru. Dalam ini, ia membuktikan bahwa dirinya sebenarnya tidak berperasaan; semua rasa sayangnya dilimpahkan pada anak perempuan keduanya, Clarisse, yang ia anggap seorang spiritualis seperti dirinya. Namun sekarang ia memutuskan untuk memakai tudung dan menjadi seorang Carmelite (semacam biarawati). Moirans dikecam sebuah pemikiran bahwa makhluk ini, sangat indah dan cerdas, dan juga kaya akan kehidupan, dapat pergi dan mengubur dirinya sendiri dalam sebuah biara dan ia memutuskan untuk melakukan usaha terbaiknya agar Therese melupakan keinginannya… Clarisse sangat terkejut; ayahnya kini nampak seperti seorang penyamar, yang diam-diam sebenarnya adalah seorang penipu…
Dalam hal ini, Moirans tidak dapat memperlakukan kedua anak perempuannya sebagai seorang subyek, malah sebaliknya menolak mereka karena sama-sama tidak sesuai dengan gambaran obyektif mereka, dalam pemikiran Moirans. Marcel menyatakan bahwa obyektifikasi seperti itu “kurang lebih menelanjangi obyeknya mengenai suatu hal yang ia maknai, maka hal tersebut merendahkannya dengan efektif.”
Pemikiran utama terkait lainnya dari Marcel adalah usahanya untuk melindungi subyektifitas seseorang terhadap pemusnahan oleh masyarakat yang digerakkan secara materialistic dan teknologis. Marcel berargumen bahwa keegoisan ilmiah menggantikan “misteri” keberadaan menjadi skenario kehidupan manusia yang palsu yang terdiri dari “permalahan” dan “solusi” teknis. Bagi Marcel, subyek manusia tidak dapat eksis dalam dunia teknolo gi, bahkan digantikan oleh sebuah obyek manusia. Seperti yang ia tekankan dalam Man Against Mass Society (Manusia Terhadap Masyarakat Luas) dan karya lainnya, teknologi memiliki kekuasaan istimewa yang dapat mempengaruhi subyek tersebut agar menerima tempatanya sama seperti “he” dalam percakapan internal ilmu pengetahuan; dan sebagai hasilnya, manusia telah diyakinkan oleh ilmu pengetahuan untuk bergembira dalam pemusnahan dirinya sendiri.
Pengaruh
Selama bertahun-tahun, Marcel memimpin kelompok diskusi filosofi mingguan yang lalu ia bertemu dan memberi pengaruh kepada filsuf-filsuf muda penting asal Perancis seperti Jean Wahl, Paul Ricoeurm Emmanuel Levinas, dan Jean-Paul Sartre. Marcel merasa kebingungan dan kecewa bahwa reputasinya hampir secara keseluruhan didasari oleh risalah-risalah filosofisnya, bukan karena pementasan-pementasannya, yang ia ciptakan dengan harapan agar lebih menarik untuk pendengar yang lebih luas. Albert Camus dan Sartre jauh lebih sukses dalam mengubah pemikiran-pemikiran filosofinya kedalam literatur yang lebih menarik.
1. Sketsa Biografi
Marcel lahir rahun 1889. Ibunya meninggal dunia ketika ia masih berumur 4 tahun, lalu Marcel dibesarkan oleh ayah dan bibinya, yang kemudian menikah. Ia menyelesaikan kuliahnya, tetapi tidak begitu menikmati hasilnya karena lebih dulu bertemu dengan filosofi. Ia berhubungan dengan banyak filsuf ternama di zamannya, karena ia juga menjadi tuan rumah dari acara “Jum’at Sore” yang terkenal. Paul Ricoeur, Emmanuel Levinas, Jean Wahl, dan Jean-Paul Sartre ada diantara filsuf ternama yang terkadang menghadiri perkumpulan seperti ini. Perkumpulan tidak resmi ini adalah kegiatan untuk menghubungkan para pemikir dari pandangan yang berbeda-beda untuk menmbicarakan tema-tema filosofi beragam, seringkali tema-tema yang dikerjakan Marcel pada minggu itu. Setelah melewati pengukuhannya di tahun 1910, ia sesekali mengajar filosofi di Sens, Paris, dan Montpellier; namun, profesi utamanya adalah kritikus drama (untuk Europe nouvelle dan kemudian untuk Nouvelles littéraires) dan sebagai editor (untuk serial Feux croisés di Plon).
Peninggalan filosofi Marcel termasuk kuliah-kuliah, jurnal laporan dan karya dramatis sebagai tambahan untuk wacana ortodok dalam bentuk essay. Pada aliran-aliran ini, Marcel mungkin merasa paling puas dengan karya-karya dramatisnya. Bahkan, membaca kutipan-kutipan dalam otobiografinya, seseorang dapat melihat beberapa kebingungan dan tidak ada sedikitpun jumlah frustrasi dalam kesuksesan karya-karya filosofisnya dan ketidakjelasan nisbinya dalam karya dramatisnya. Keberagaman wacana dari gagasan-gagasannya semakin bertambah rumit akan adanya fakta bahwa Marcel bukanlah seorang filsuf yang secara sadar tersistematis, sesuatu yang baru ia sadari ketika penerbitan Journal métaphysique (1927). Tema utama Marcel mengenai pemikiran-pemikirannya tetap ada dalam karya-karyanya, meskipun keberagaman wacana dan kurangnya sistematisasi dapat menyebabkan beberapa kesulitan bagi orang-orang yang tertarik dengan hasil karyanya. Beberapa karya yang patut dipertimbangkan adalah: The Mystery of Being, Creative Fidelity, Homo Viator, Being and Having, Tragic Wisdom and Beyond dan “On the Ontological Mystery.”
Metodologi filosofis Marcel termasuk khas, meskipun memikul beberapa kesamaan baik pada eksistensialisme dan fenomenologi yang ditafsirkan secara luas. Ia bersikeras bahwa filosofi dimulai dengan pengalaman konkrit dibandingkan abstraksi. Biasanya pada akhirnya ia akan memberikan contoh-contoh agar dapat mendasari gagasan filosofis yang sedang ia selidiki. Metode itu sendiri terdiri dari “bekerja… mulai dari kehidupan lalu menuju pikiran, lalu dari pikiran turun ke kehidupan kembali, jadi hal itu dapat memberikan sedikit penerangan untuk kehidupan” (Marcel 1915a, hlm. 41). Jadi, filosofi ini adalah sejenis “gambaran mengenai struktur dimana pantulannya tersebut memberikan penerangan disaat suatu pengalaman dimulai” (Marcel 1962a, hlm. 180). Sebagai tambahan, Marcel mengemukakan rujukan yang menyejukkan untuk memfilosofikannya dalam bahasa yang umum. Ia menegaskan bahwa “kita harus menggunakan bentuk bahasa umum terkini agar dapat mengurangi gangguan pengalaman kita, dibandingkan wacana yang panjang lebar dengan bahasa filosofi yang baku” (Marcel 1965, hlm. 158).
0 komentar:
Posting Komentar